11 December 2007

SISTEM ROAMING ANTAR PEMDA

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ya, itulah negeri tercinta kita. Kita pernah bersatu dalam komitmen bersama untuk merdeka. Tidak sedikit tentunya pengorbanannya. Namun, pola Negara kesatuan tersebut ternyata sulit diwujudkan dalam sebuah konsep operasional kenegaraan ini, khususnya yang berkenaan dengan e-government dan layanan umum. Tentang bagaimana pemerintah melayani rakyat negeri ini.

Suatu saat seorang teman mengeluh, betapa ribet memindahkan nomor polisi mobil yang baru dibelinya di Jakarta ke nomor baru di Semarang. Teman lain mengeluhkan ketika harus mudik jauh-jauh hanya untuk memperpanjang KTP. Tetangga sebelah mengeluh, karena meski punya KTP Kebumen tetap saja kena “perlakuan khusus” pada razia ketika liburan pasca lebaran di Jakarta. Seorang bapak mengeluh karena harus repot-repot meminta surat keterangan medic ketika hendak periksa ke rumah sakit di kota lain lantaran khawatir harus menjalani diagnose dari awal lagi atau bahkan salah analisa.
Banyak warga harus berdemo ke KPUD supaya dimasukkan ke daftar pemilih, bahkan seorang gadis diteror oleh sms yang ternyata berasal dari nomor handphone dengan identitas pemilik palsu. Dan lain-lain.Begitu rumitnya, sehingga masyarakat lebih memilih mengeluarkan sedikit uang supaya urusan lebih mudah, dengan cara : memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) lebih dari satu. Dari pada saya harus mudik jauh-jauh untuk perpanjang KTP, daripada saya tidak bisa beli rumah di perantauan, supaya saya mudah daftar CPNS di Pemerintah Daerah lain, dan banyak lagi daripada-daripada lainnya.Begitu parahkan sinergi layanan negeri ini sampai-sampai masyarakat belum dapat menikmati kemudahan layanan sebagaimana diceritakan bangsa-bangsa maju tetangga kita, apalagi di negeri barat?

NEGERI LUAS
Memang tidak mudah mengelola negeri nan luas, seperti NKRI ini. Sejak merdeka telah terjadi beberapa kali pemberontakan. Beberapa ketidakpuasan muncul berkaitan dengan bagaimana Negara ini mengurus rakyatnya. E-government dengan belanja yang tidak sedikit pun masih menyisakan banyak keluhan. Bahkan muncul pernyataan : Nusantara ini terlalu luas untuk bisa dilayani oleh e-government.
Banyak layanan pemerintah yang hanya berlaku untuk level Kabupaten/Kota saja. Ketika masyarakat menuntut layanan lintas Pemerintah Kabupaten/Kota, maka masalah baru muncul dan tak kunjung terselesaikan, bahkan setelah merdeka 62 tahun. Belum lagi layanan lintas provinsi dan lintas pulau.
Bukan masalah biaya, namun lebih mengemuka pada masalah kemauan. Bahkan hampir tidak ada kampanye politik yang menjanjikan layanan terbaik antar daerah. Hampir Tidak ada calon Bupati yang dengan lantang mengkampanyekan akan mempermudah layanan public yang berhubungan dengan Kabupaten lain. Tidak ada calon gubernur yang menjanjikan kemudahan layanan public antar Kabupaten/Kota di wilayahnya. Bahkan belum ada presiden yang secara serius menghimbau (semestinya : memerintahkan) penyusunan kerjasama antar Pemerintah Daerah dalam bidang kemudahan akses layanan public bagi pemohon antar daerah.
Maka jadilah birokrasi Indonesia yang melestarikan budaya layanan public tradisional.Pendapatan daerah dalam layanan public masih dianggap sebagai prestasi kerja. Akibatnya keuangan menjadi masalah yang perlu diurus serius. Transaksi keuangan menjadi jauh lebih penting daripada transaksi data elektronik. Tidak terjadi keseimbangan. Kurang adanya perhatian terhadap transaksi data elektronik dan kurangnya pemahaman terhadap kemampuan Teknologi Informasi modern yang mampu mengakomodir kerjasama lintas organisasi secara lebih baik, menyebabkan kesepahaman dan kolaborasi lintar organisasi birokrasi sulit diwujudkan.
Koordinasi menjadi sesuatu yang mahal. Payahnya lagi, system transaksi keuangan lintas Pemerintah Daerah, khususnya dalam pelayanan umum belum terbangun mantap. Sehingga, para pengelola keuangan enggan mau repot-repot menyusun sendiri mekanisme transaksi keuangan dalam layanan umum antar Pemerintah Daerah. Bila system keuangan seperti ini sulit diwujudkan, lalu bagaimana bisa diharapkan kerjasama transaksi data elektronik bisa dikembangkan?
Beberapa DInas Provinsi, seperti Samsat sudah mengembangkan transaksi antar Samsat Kabupaten/Kota, seperti yang dijalankan di Jawa Tengah. Saat ini warga Jawa Tengah bisa membayar pajak kendaraan bermotor lintas Kabupaten/Kota, dengan cepat dan transparan, bahkan nyaman. Layanan pada fungsi sejenis pada instansi provinsi ini ternyata sangat sulit ditiru oleh layanan-layanan public lain bila menyangkut birokrasi local antar Pemerintah Daerah.
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi sebenarnya sangat memungkinkan terwujudnya layanan public antar Pemerintah Daerah, tanpa perlu ada kekhawatiran seperti kehilangan pendapatan daerah karena layanan Pemerintah Daerah A dilayani Pemerintah Daerah B, tanpa ada kekhawatiran kurang tertibnya system administrasi, bahkan masalah privacy and security. Yang mahal adalah : memberi kepercayaan kepada Pemerintah Daerah lain untuk menjadi front office layanan public, kemauan untuk membangun kerjasama saling menguntungkan, dan menambah kerepotan baru pada sisi back office demi pelayanan umum yang terbaik bagi masyarakat.

ROAMING
Sistem roaming dalam kontek tulisan ini diasumsikan sebagai sebuah model layanan suatu Pemerintah Daerah yang dilakukan dengan meminjam teknologi, system atau layanan Pemerintah Daerah lain. Luasan NKRI dan sebaran penduduk dengan tingkat perantauan yang cukup tinggi, semestinya antar Pemerintah Daerah membangun kerjasama saling menguntungkan guna melayani rakyat. Dengan demikian suatu Pemerintah Daerah tetap mampu “berhubungan” dengan warganya, dimana pun warga tersebut berada. Kebanggaan positif kedaerahan akan terbangun.
Duplikasi dan pemalsuan data menjadi relative lebih sulit dilakukan. Biaya murah jelas sangat mungkin diwujudkan, baik dari sisi operasional birokrasi maupun dari sisi masyarakat, pelanggan setia Pemerintah Daerah.Layanan KTP misalnya. Seorang warga Kebumen tidak perlu mudik untuk memperpanjang, namun yang bersangkutan cukup datang di DInas Kependudukan DKI Jakarta (misalnya) untuk memperpanjang KTP.
Dia juga bisa meminta perubahan Kartu Keluarga (KK) bila ada penambahan keluarga di Pemerintah Daerah lain. Penduduk yang ditetapkan berstatus miskin tetap dapat memperoleh haknya (seperti raskin, askeskin, dan lain-lain) meski dia tidak berada di daerahnya, karena pada dasarnya kebijakan untuk warga miskin berlaku nasional.
Mengenai pembiayaan, pemohon dapat dikenakan biaya sesuatu aturan di Pemdanya ditambah biaya layanan (roaming) dimana dia mengajukan. Memang lebih mahal dari tariff resmi di daerahnya, tapi jauh lebih murah daripada harus kembali ke daerah. Mengenai kop dokumen, tanda tangan dan cap basah semua bisa diatur melalui payung hukum.
Yang perlu diyakinkan pada setiap Pemerintah Daerah adalah, bahwa system roaming tersebut bisa dilaksanakan. Pada tahap awal, sementar Pemerintah melengkapi payung hukum yang memungkinkan e-government berjalan dengan lebih dinamis, Memoradum of Understanding (MoU) barangkali bisa digunakan sebagai jembatan dalam kebijakan roaming e-local government.
Tidak mudah dilaksanakan memang. Infrastruktur Teknologi Informasi dan e-government menjadi prasarat supaya roaming government dapat dijalankan. Payung hukum menjadi wajib guna melindungi Pemerintah sendiri dari berbagai komponen penentang. Komitmet kuat antar Kepala Daerah menjadi pendorong yang efektif. Kebijakan roaming antar level instansi Pemerintah justru akan menjadi pemicu berkembangnya kebijakan, bahkan efisiensi dan efektifitas lainnya, misalkan: system roaming membutuhkan dukungan infrastruktur yang memadai, dimana infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi tersebut dapat juga dimanfaatkan untuk komunikasi internal yang lebih efisien melalui VoIP.

Sebenarnya, layanan umum tidak kalah strategisnya dengan kebijakan mendasar lainnya, seperti pendidikan, kesehatan dan pertanian. Mempertanggungjawabkan kenyataan bahwa pajak rakyat merupakan salah satu sumber terbesar bagi keberlangsungan NKRI ini. Barangkali rakyat masih cukup bersabar dilayani secara tradisional dengan tools paling canggih. Namun, Negara ini harus mau berbenah bila ingin selalu dibanggakan oleh warga negaranya sendiri.

(Sebagaimana dimuat majalah Biskom edisi Desember 2007)

Darurat Birokrasi Indonesia

Syukurlah, akhirnya Presiden SBY menyadari bahwa Birokrasi merupakan penghambat utama dalam pembangunan. Hal tersebut disampaikan pada Sidan...