Beberapa waktu ini terlihat fenomena unik yang menarik, sekaligus menggelikan. Kita semua menyaksikan, bagaimana suatu situs pertemanan, seperti Facebook, mampu menggalang database sebagian penduduk dunia, termasuk di Indonesia, hingga bisa mengetahui, siapa punya teman siapa. Sesuatu yang belum bisa dilakukan oleh Pemerintah kita. Uniknya lagi, data berbasis kependudukan versi sederhana tersebut diisi dan di-update secara sukarela oleh para pengguna yang harus membayar biaya internet sendiri.
Lahirnya situs pertemanan barangkali menjadi versi tercanggih dari teknologi sebelumnya, seperti mailing list (milis) dan blog. Meskipun peringatan akan resiko negative telah muncul dari berbagai kalangan, namun pertumbuhan pengguna situs pertemanan tersebut terus meningkat. Apalagi didukung oleh perkembangan gadget yang mampu memberi berbagai kemudahan berinternet secara mobile.
Berbagai fitur internet yang makin lama makin mudah digunakan tersebut makin menarik dan dimanfaatkan oleh berbagai kalangan, seperti mahasiswa, pelajar, ibu rumah tangga, para pengusaha, bahkan oleh kalangan Pemerintah. Akibatnya, berbagai data yang semula dianggap privat pun bertebaran di internet, seperti data pribadi, data seni budaya, koleksi tulisan dan hasil inovasi intelektual, resep masakan, dan lain-lain, termasuk data milik pemerintah yang semestinya hanya boleh digunakan oleh kalangan terbatas.
Data Milik Pemerintah
Barangkali bangsa kita memang merupakan bangsa yang kurang peduli dengan keamanan informasi. Seorang teman menyatakan : “Saya tahu bahwa publikasi data pribadi melalui internet dapat membahayakan. Namun, bila tidak memberi data dengan benar, bagaimana bisa menemukan teman/kerabat yang sudah lama tidak bertemu?”. Dilema ini menjadi opsi yang sulit dijawab oleh banyak kalangan, dan pada umumnya, mereka menyediakan secara sukarela berbagai data pribadi dan aktifitasnya dengan harapan niat baik tersebut akan direspon dengan baik pula.
Repotnya, banyak kreatifitas muncul dari kalangan pemerintahan sebagai respon dari berbagai keterbatasan sumberdaya yang dapat disediakan oleh pemerintah sendiri, atau karena Pemerintah belum mampu memberikan fitur yang setara dengan fitur-fitur teknologi internet yang dapat dimanfaatkan secara gratis tersebut. Hingga saat ini telah dideteksi lebih dari 50 milis, blog dan situs pertemanan digunakan oleh Pemerintah untuk kepentingan operasional dan koordinasi aktifitas pemerintahan.
Termasuk banyak pula para birokrat yang menggunakan email non pemerintah untuk kepentingan operasional pemerintahan. Hingga saat ini memang belum terasa, bahwa kita dirugikan sebagai akibat perilaku nyaman dengan fitur gratis di internet tersebut. Semoga semua tidak serba terlambat ketika kita menyadarinya, seperti kita baru sadar bahwa tidak sedikit budaya dan hasil karya intelektual bangsa kita dipatenkan oleh pihak asing.
Tanpa disadari, sebenarnya tidak sedikit data bangsa kita, termasuk data milik pemerintah yang dikuasai oleh pihak asing. Bagaimana bisa data bangsa ini berpotensi dikuasai oleh pihak asing? Coba diingat-ingat, apakah anda sekalian membaca secara cermat, kata demi kata, terhadap service agreement, ketika anda mendaftar pada free email, mailing list, blog, situs pertemanan, dan lain-lain?
Ya, seringkali kita tidak membacanya dengan cermat, karena biasanya bahasa dan maknanya sulit dipahami dengan cepat, sementara kita ingin segera fasilitas gratis dapat dinikmati. Beberapa fasilitas, seperti email, mailing list, blog, free sub domain atau situs pertemanan tersebut menempatkan suatu klausul dimana pengguna (user) harus menyetujui dan memberikan ijin bagi pemilik layanan untuk melakukan eksplorasi content apa pun pada fitus gratis tersebut, yang dilakukan oleh mesin (system). Namun, apakah berarti hasil dari data maining tersebut tidak dibaca atau berpotensi dimanfaatkan bagi kepentingan-kepentingan tertentu? Tentu saja tidak ada jaminan, meskipun pemilik layanan merupakan perusahaan bisnis multinasional yang kredibilitasnya mendapat pengakuan dunia.
Penguasaan Informasi
Dalam beberapa diskusi informal antar teman, tidak sedikit diantara teman-teman saya yang menyatakan, bahwa apa yang mereka publikasikan itu boleh-boleh saja dibaca dan disebarkan oleh pihak manapun. Tapi tentunya ini tidak berlaku sepenuhnya untuk kalangan penyelenggara pemerintahan. Private email yang berisi informasi penting yang didelivery melalui free email, meski kita yakin bahwa hanya pemilik email tujuan yang bisa membukanya, tetap saja email tersebut berjalan melalui system milik lembaga non pemerintah.
Ini akan lebih rumit bila free email email yang kita gunakan dikelola oleh perusahaan swasta pada negara yang menerapkan regulasi: Pemerintah setempat berhak melakukan investigasi mendalam terhadap data dan informasi yang ada pada wilayah hukum Negara tersebut demi alasan keamanan, misalnya.
Disadari atau tidak, banyak data bangsa kita yang bakal dikuasai oleh pihak asing. Mulai dari karya cipta milik masyarakat hingga informasi milik pemerintah. Dan ini perlu untuk diantisipasi. Barangkali kita perlu kembali memikirkan suatu system keamanan informasi, khususnya milik Pemerintah.
Namun ide pengembangan suatu system keamanan informasi bukanlah sesederhana dengan melarang kalangan penyelenggara pemerintahan untuk menggunakan fasilitas public. Perlu ada suatu teknologi substitusi yang mampu menawarkan fitur-fitur canggih namun mudah digunakan bagi kalangan pemerintah khususnya, dan public pada umumnya.
Pemerintah perlu mengembangkan semangat mengamankan data dan informasi milik pemerintah melalui berbagai cara, bukan hanya sekedar melarang, namun juga memberikan alternative solusi. Seperti mewajibkan penggunaan email milik Pemerintah (.go.id) guna kepentingan komunikasi kedinasan, pengembangan milis yang dimiliki dan dikelola oleh kalangan internal pemerintah dan hanya mereka yang memiliki email .go.id yang bisa menjadi member milis, bahkan membatasi atau mewajibkan penyimbanan data pemerintah pada perangkat atau hosting milik pemerintah.
Cukup ekstreem memang. Gagasan tersebut akan segera mendapatkan respon negative dari kalangan dunia usaha. Pemerintah akan dianggap tidak ramah kerjasama dengan pihak swasta, karena bahkan hosting website Pemerintah pada ISP swasta pun akan tidak diperkenankan.
Namun perlu dipahami bahwa kebocoran data dan informasi rahasia milik Pemerintah sulit ada perbandingannya. Bisa saja dilakukan penuntutan dan ancaman hukuman yang berat, namun lepasnya suatu data rahasia milik Pemerintah bisa jadi tidak dapat dibandingkan nilainya dengan hukuman kurungan dan denda. Resiko penggunaan data dan informasi yang telah bocor tersebut bagi aktifitas negative yang ditujukan kepada pemerintah, bisa jadi akan berdampak jauh lebih luas dan fatal.
Sebagai contoh, bayangkan apa yang akan terjadi bila data-data persandian Negara dan enkripsinya dikuasai oleh pihak asing. Bahkan, orang bisa memonitor aktifitas seorang pejabat Negara, kapan dan kemana dia pergi, apa yang sedang dilakukannnya, ketika seorang ajudan selalu mengupdate status facebook-nya setiap saat dia beraktifitas dengan pimpinannya.
Berbagai pembatasan media akses tersebut juga harus diimbangi dengan penyediaan fitur canggih serupa, mengingat penggunaan fitur-fitur gratis dalam internet yang menghasilkan kemudahan dalam berkomunikasi merupakan salah satu bentuk hasil survey yang membuktikan bahwa fitur-fitur gratis tersebut efektif dan efisien dioperasionalkan.
Pernyataan yang muncul dari kalangan internal Pemerintah tentu saja, diantaranya: bagaimana bila suatu instansi tidak mampu menyediakan hosting sendiri bagi website mereka?. Kesulitan ini bisa diatasi dengan meminjam fasilitas instansi lain yang lebih siap, bagi mengenai pendanaan maupun kemampuan mengelola. Pendeknya, suatu Pemerintah Daerah bisa menyewa fasilitas hosting Pemerintah Daerah lain untuk kepentingan website mereka.
Atau bila perlu, semestinya Pemerintah secara nasional, dalam hal ini Depkominfo, mampu menyediakan suatu sarana dan prasarana hosting nasional. Suatu konsekuensi logis yang sistematis harus diwujudkan bila Pemerintah memang ingin serius melakukan penanganan secara sistematis dalam pengamanan informasi milik Pemerintah. Konsekuensi tersebut bahkan menyangkut penyediaan infrastruktur e-government nasional.
Tidak murah dan tidak mudah memang. Namun, kepentingan bangsa ini harus diperhatikan. Diskusi lebih mendalam tentang pentingnya suatu system pengamanan informasi milik pemerintah memang masih banyak diperlukan. Pro dan kontra adalah suatu hal yang wajar, yang penting adalah mencari solusi yang terbaik bagi bangsa, khususnya bagi kepentingan keamanan penyelenggaraan pemerintahan.
Sbgmn dimuat di Biskom edisi Juni 2009.
Blog ini merupakan curahan hati pribadiku. Maaf bila sedikit berbeda dengan pendapat anda sekalian. Boleh kan kita beda untuk beberapa hal? Yang penting silaturahmi tetap terjaga demi hidup yang lebih baik.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Darurat Birokrasi Indonesia
Syukurlah, akhirnya Presiden SBY menyadari bahwa Birokrasi merupakan penghambat utama dalam pembangunan. Hal tersebut disampaikan pada Sidan...
-
Barangkali dapat dikatakan bahwa pengelolaan kependudukan ibarat salah satu ladang pemborosan uang rakyat negeri ini. Lihat saja, banyak kep...
-
Banyak pendapat menyatakan bahwa Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) merupakan bentuk usaha ekonomi rakyat yang tidak rentan terhadap...
-
Bangsa kita ini aneh ya. Demikian lamanya kita diatur oleh partai. Dikungkungi oleh partai. Mereka merendah-rendah, bahkan rela berdebu-debu...
7 comments:
Para pimpinan pemerintahan dalam berbagai tingkatan masih enggan mengoptimalkan pemanfaatan akses informasi online yg sebenarnya salah satu bentuk keterbukaan atas berbagai kebujakan.
Mas Ibenk, kita butuk pemimpin yg adil, bukan yg dermawan.
Saya link blok Mas.
Trims.
Setuju, Pak. Dan Terima kasih sekali.
Saya masih punya keinginan menyadarkan rakyat, bahwa mereka memiliki hak untuk dilayani dengan lebih baik oleh Pemerintah, salah satunya melalui TI.
Thanks
Sukses selalu,
Ibenk
Pelayanan yang murah, mudah dan nyaman didambakan oleh rakyat. Dan TI bisa menjadi satu alternatif bagi pemerintah, tentunya disertai dengan proses pembelajaran bagi masyarakat.
secara sadar/tidak disadari para pemasar dunia bisa melihat pasar indonesia yaitu trend, gaya hidup n budayanya.. lihat aja di http://www/checkfacebook.com disitu gampang melihat statistik profil pengguna FB bukan..
Nah kini di saat AFTA telah dilalui.. bagaimana kita melindungi keberlangsungan produk lokal yah? lihat aja barang2 china, korea yang kini dah menghambur di Indonesia..
Yah Indonesia emang negara konsumtif...tapi mau sampai kapan?
Negara yang baik haruslah ikuti dengan pengelolaan IT yang baik..sehingga tercipta transparansi informasi kepada masyarakat.
kunjungi juga blog saya http://ichwana.blogdetik.com dan
http://blog.unand.ac.id/ichwana
pada dasarnya semua komunikasi menggunakan public networking tidak ada yang aman
Seperti kata orang bijak :
SECURITY is not complete without U. SEC_RITY....
Post a Comment