Administrasi kependudukan Indonesia memang unik. Administrasi tertua dalam birokrasi Indonesia menjadi lahan banyak kepentingan. Dan terakhir, meskipun sudah melakukan penyeragaman Teknologi Informasi dan menggunakan high end IT, hasil yang diharapkan pun masih jauh dari kata tercapai. Pemerintah pun seakan mengakui hal ini, dengan tidak mempercayai data dari Departemen Dalam Negeri yang notabene merupakan pengelola administrasi kependudukan Indonesia dalam banyak kepentingan, seperti pendataan penerima Bantuan Langsung Tunai. Kepercayaan itu masih ada pada Badan Pusat Statistik (BPS). Produk Adminduk berupa Data Pemilis Sementara (DPS) Pemilu pun masih banyak menuai masalah. Tragis. Lalu bagaimana nasib SIAK yang katanya sudah digunakan oleh semua Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia?
Berdasarkan pengamatan penulis pada beberapa Pemerintah Daerah, telah muncul keberanian Pemerintah Daerah untuk membangun sendiri suatu aplikasi kependudukan versi khusus dengan nama “Suplemen SIAK”. Inovasi ini pada umumnya dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa aplikasi SIAK belum mampu menjawab semua kebutuhan Pemerintah Daerah, khususnya yang selama ini telah berjalan baik, dan justru “terganggu” dengan kebijakan nasional administrasi kependudukan berbasis Teknologi Informasi yang selalu berubah-ubah.
Sebagaimana telah pernah penulis kemukakan mengenai potensi masalah SIAK dengan penyeragaman Teknologi Informasi dan penggunaan proprietary software, khususnya dengan Pemerintah Daerah yang memiliki banyak Kecamatan dan medan yang sulit diatasi dengan teknologi jaringan Teknologi Informasi. Potensi pembengkakan biaya justru terjadi karena biaya pengadaan hardware dan software yang “mesti” standard dengan SIAK terbaru. Beban yang harus ditanggung daerah otonom akibat kebijakan top down.
Inovasi Pemda
Permasalahan yang tak kunjung tuntas dengan biaya mahal dan berbagai alternatif teknologi yang sudah digunakan, dihadapkan pada beratnya memperoleh dan mempertanggungjawabkan anggaran bagi kepentingan administrasi yang itu-itu saja, telah mendorong inovasi beberapa pengelola administrasi kependudukan Pemerintah Daerah untuk memanfaatkan sumberdaya dan teknologi yang dirasakan lebih murah, namun tetap mampu memenuhi permintaan Dirjen Adminduk. Dengan kata lain, untuk memenuhi loyal dengan Adminduk, namun juga tidak macet dalam pelayanan kependudukan. Ini mengingatkan kita bahwa ketika awal implementasi SIAK, layanan KTP yang semula selesai dalam 15 menit, mundur hingga 5 hari kerja, bahkan lebih.
Pada beberapa Pemerintah Daerah juga sudah terbangun suatu pemahaman, bahwa apa yang dituntut pusat sebenarnya tidak terlalu sulit dipenuhi. Setoran data kependudukan sesuai standar dan regulasi pusat mudah untuk dipenuhi. “Mengawinkan” teknologi proprietary SIAK dengan teknologi yang lebih murah, bahkan open source bukan lagi permasalahan yang terlalu sulit diatasi. Karena itu, yang disebut Pemerintah Daerah dengan Suplemen SIAK, sebenarnya adalah SIAK plus, yaitu Aplikasi yang berisi komponen-komponen sesuai standar aplikasi SIAK yang dibagikan Departemen Dalam Negeri, ditambah berbagai komponen yang dianggap perlu dijaring oleh Pemerintah Daerah, seperti data properti yang dimiliki warga. Apa yang tidak ada pada SIAK versi Adminduk Departemen Dalam Negeri.
Middleware
Guna menyikapi kebijakan SIAK yang memang sulit ditawar, akhirnya Pemerintah Daerah membangun suatu mekanisme khusus dengan lebih mengoptimalkan aplikasi suplemen SIAK, yang secara riil justru dioperasikan Pemerintah Daerah, sementara server SIAK hasil drooping pusat digunakan sebagai media untuk memenuhi keinginan pusat yang menghendaki online antar server SIAK. Update data dilakukan secara berkala antara server suplemen dengan server SIAK, sehingga data penduduk pada server SIAK akan selalu sama dengan server suplemen. Untuk menjembatani komunikasi data antara server suplemen dan server SIAK, dibangun suatu middleware, yaitu suatu software yang mampu mengkonversi data suplemen dengan data kependudukan SIAK.
Ada beberapa opsi penempatan suplemen aplikasi, antara lain ditempatkan di antara server SIAK dan server Suplemen, atau diletakkan di antara Server Suplemen dan server client yang ditempatkan di setiap Kecamatan. Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :
Contoh 1 : Middleware diantara Server SIAK dan Server Suplemen
Contoh 2 : Middleware diantara Server Suplemen dan Server Kecamatan.
Kedua contoh tersebut merupakan konfigurasi yang dapat diacu Pemerintah Daerah untuk mengatasi permasalahan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan di daerah. Penempatan middleware diantara Server SIAK dan Server Suplemen, maupun penempatan middleware diantara Server suplemen dengan Server Kecamatan tidak secara signifikan mengganggu kecepatan akses dalam transaksi SIAK Suplemen. Faktor cepat lambat tergantung pada banyak faktor, diantaranya dalam manajemen network.
Konfiguras yang cenderung mengarah pada interoperabilitas antar database dapat menjamin SIAK Departemen Dalam Negeri dapat dijalankan dalam variasi Teknologi Informasi. Pemberian contoh penggunaan teknologi open source bersifat opsional, dengan pertimbangan efisiensi. User dapat juga menggunakan teknologi proprietary lainnya, dengan berbagai konsekuensi logisnya, tentunya.
Loyalitas
Seorang rekan menanyakan kepada saya, apakah solusi semacam itu sudah mendapatkan ijin dari Departemen Dalam Negeri, khususnya Direktorat jenderal Administrasi Kependudukan (Adminduk). Secara pribadi saya menilai bahwa semestinya Adminduk mendukung inovasi-inovasi Pemerintah Daerah, karena memang itulah fungsi utama Adminduk. Membina administrasi kependudukan Pemerintah Daerah, sejauh inovasi-inovasi tersebut tidak bertentangan secara prinsip dengan Undang-undang 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan regulasi teknis lainnya, khususnya standarisasi database kependudukan yang sudah ditetapkan.
Pendek kata, apa yang dipersyaratkan oleh Adminduk, kita bisa penuhi. Mengenai implementasi di lapangan, setiap Pemerintah Daerah memiliki cara yang bisa jadi berbeda-beda sesuai dengan situasi dan sumberdaya yang ada. Adminduk cukup menyusun suatu kebijakan, Pemerintah Daerah harus melakukan sinkronisasi database kependudukan, sesuai dengan teknologi yang dianut Departemen Dalam Negeri, dikirimkan/didistribusikan melalui media tertentu, pada periode tertentu dan dengan filter-filter tertentu. Mengenai bagaimana Pemerintah Daerah memenuhi itu, banyak Pemerintah Daerah yang bisa memenuhi dengan banyak cara, sesuai Teknologi Informasi yang berkembang.
Teknologi dunia telah mengarah pada konvergensi digital. Tidak seharusnya dipasung melalui penyeragaman dan bisnis proses berdasarkan teknologi tertentu. Pemerintah Daerah berhak mendapatkan penghargaan menurut asas otonomi daerah, asalkan masih dalam regulasi nasional administrasi kependudukan.