Banyak pendapat menyatakan bahwa Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) merupakan bentuk usaha ekonomi rakyat yang tidak rentan terhadap goncangan ekonomi global. Sejak runtuhnya Orde Baru, setidaknya ekonomi Indonesia mengalami goncangan ekonomi sebagai imbas gejolak ekonomi dunia. Namun, dua kali pula, UMKM terbukti mampu eksis, meski kenyataan menunjukkan lebih banyak UMKM yang lahir dan bertahan dengan kekuatan mereka sendiri.
Komitmen mendukung kemandirian UMKM oleh Pemerintah sudah banyak dikumandangkan dan dilakukan melalui berbagai program pemerintah, mulai dari Kredit Usaha Rakyat, Program Nasional Pembangunan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dan lain-lain. Namun demikian, belum banyak lembaga Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah yang mencoba melakukan pendekatan melalui jejaring usaha berbasis Teknologi Informasi & Komunikasi.
Perlu ada suatu terobosan dengan dukungan komprehensif dari stakeholder, untuk tidak hanya mengupayakan kemandirian UMKM dari sudut instrument pembiayaan dan pelatihan bagi masyarakat yang ingin menjadi pengusaha UMKM baru saja, namun seyogyanya perlu dibangun suatu fasilitas yang mampu menjadi pusat jejaring bisnis UMKM. Jejaring tersebut memberi wadah sekaligus informasi aktif dan interaktif dengan focus utama pada pembangunan link bisnis antar UMKM.
Jejaring Usaha
SIstem bisnis yang jamak berlaku menunjukkan bahwa pada umumnya suatu usaha ditopang oleh bentuk usaha-usaha lainnya. Kita bisa ambil contoh bagaimana bisnis pembuatan sepatu pada skala besar misalnya, usaha tersebut memerlukan suplai kulit menurut beberapa tingkat kualitas, bahan pewarna, dos pembungkus, bahkan distribusi. Suatu model yang dirujuk oleh Teknologi Informasi & Komunikasi dalam bentuk Service Oriented Architecture (SOA).
Model tersebut sangat mungkin diterapkan dengan memanfaatkan berbagai data UMKM yang dimiliki oleh Pemerintah. Melalui data mining, dapat dibangun suatu alur bisnis antar UMKM yang sejalur, sehingga terjalin suatu jaringan bisnis produksi dan pemasaran antar UMKM yang lebih efisien dan efektif. Bila kita telaah saat ini, tidak sedikit UMKM harus belanja bahan baku dari lokasi yang jauh dan berpotensi biaya tinggi, sementara, bila bahan baku tersebut ditawarkan pada komunitas local, akan berpotensi membangun suatu lapangan kerja baru, inovasi-inovasi bahan baku baru sesuai potensi local, dan relative lebih murah.
Setiap UMKM dipilah dalam jenis produk yang mereka hasilkan dan bahan baku yang mereka butuhkan. Selanjutnya, ditawarkan ke atas dan ke bawah. Pengusaha menengah mempublikasikan apa yang mereka perlukan untuk kebutuhan produksi dan distribusinya. Pada level kedua, Pengusaha kecil dapat menangkap peluang dari kebutuhan para pengusaha menengah ini. Pada beberapa kondisi, untuk memenuhi standar permintaan para pengusaha kecil juga memerlukan dukungan para perajin rakyat yang pada gambar di atas berada pada level 3.
Demikian seterusnya, perajin mendukung kebutuhan para pengusaha mikro, para pengusaha mikro mendukung para pengusaha kecil dan seterusnya hingga membentuk suatu jejaring, yang besar. Dengan mengetahui peta bisnis UMKM melalui website public, para pengusaha dapat mengetahui, kemana harus mencari bahan baku, dan di mana potensi pemasaran dapat disalurkan. Sebagai contoh sederhana, bila ada seorang pengusaha sepatu yang selama ini berbelanja bahan baku jauh di luar kota, mengapa tidak menawarkan kepada para pengusaha kecil di areanya untuk membuat produk pendukung bahan baku pembuatan sepatu tersebut. Bila para pendukung usaha tersebut berada di area yang sama, maka ongkos produksi prospektif diefisiensikan.
Community Development
Business process sederhana tersebut kemudian dituangkan dalam suatu Teknologi Informasi & Komunikasi yang mampu bekerja 24 jam selama 7 hari, dan memiliki jaringan luas, yaitu internet. Pemerintah, melalui website jejaring UMKM ini melakukan pengelompokan-pengelompokan usaha sejenis dan mendata, apa yang mereka jual, dan apa yang mereka perlukan untuk kebutuhan produksi. Data tersebut selanjutnya dipublikasikan melalui website. Para pengusaha dituntut untuk aktif berinteraksi melalui website, sehingga website tersebut dapat menjadi suatu pasar raksasa online UMKM.
Memang diperlukan pelatihan dan penyediaan sarana dasar infrastruktur internet. Program Pemerintah di bidang Community Access Point akan lebih efektif bila program pengentasan buta Teknologi Informasi tersebut tidak sekedar menyediakan akses internet, namun dilengkapi dengan content yang mengarah pada pengembangan ekonomi kerakyatan, termasuk UMKM.
Dengan memperhatikan bahwa salah satu permasalahan mendasar dalam pemberdayaan UMKM adalah informasi pasar bagi pemasaran produk-produk UMKM tersebut, maka pengembangan website pemasaran UMKM ini menjadi menarik, dan sangat mungkin diwujudkan. Upaya pemberdayaan UMKM yang banyak dilakukan secara konvensional, layak dilengkapi dengan Internet, teknologi yang memungkinkan UMKM dapat memasarkan produk mereka secara lebih luas.
Munculnya teknologi blog yang menyediakan space gratis, terbukti sudah banyak dimanfaatkan oleh banyak kalangan pengusaha UMKM di Indonesia. Pertumbuhan pemasaran dengan memanfaatkan blog ini perlu ditangkap Pemerintah sebagai peluang untuk mengangkat para pengusaha UMKM yang masih belum memanfaatkan internet dan blog sebagai media pemasaran yang efektif dan efisien.
Beberapa waktu yang lalu Pemerintah Kabupaten Bantul pernah merealisasikan konsep ini, melalui www.bantulbiz.com, meskipun model UMKM community development sebagaimana yang penulis ajukan di atas belum sepenuhnya diadopsi. Selayaknya Pemerintah Daerah dan pemerintah pusat belajar dari keberhasilan tersebut.
Tidak mudah memang. Namun bukan berarti gagasan-gagasan dalam upaya membuktikan bahwa internet dapat menjadi sarana menuju kesejahteraan rakyat, tidak dapat diwujudkan. Semua diawali oleh kemauan. Sudah saatnya website Pemerintah juga dimanfaatkan bagi bagi pengembangan UMKM.