12 August 2008

Helpdesk e-government

Seorang teman menghubungi saya dan meminta bantuan mengatasi permasalahan teknis aplikasi topdown dari departemen sektoralnya. Karena saya tidak pernah mengetahui keberadaan aplikasi tersebut, maka yang saya lakukan adalah mencari fasilitas help yang ada dalam aplikasi. Panduan yang ada ternyata tidak mampu mengatasi permasalahan teknis yang terjadi, maka harapan saya adalah bertanya ke departemen penanggungjawab proyek tersebut. Namun, ternyata saya justru diberi nomor telepon selular personil rekanan yang bertanggungjawab di bidang teknis. (?)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kita semua menyaksikan bahwa e-government sudah dikembangkan oleh semua Departemen dan Pemerintah daerah. Bahkan tidak sedikit Kantor Desa yang sudah mengoperasikan komputer untuk mendukung pekerjaan mereka. Seluruh Departemen bahkan sudah mengeluarkan kebijakan dan proyek nasional e-government sesuai sektor mereka masing-masing. Peningkatan SDM sudah sangat sering dilaksanakan. Bahkan komunitas cyber pun berperan mencerdaskan SDM operator TI pemerintahan. Kerjasama saling menguntungkan antara ABG (Akademisi, Bisnis dan Government) pun banyak dilaksanakan. Namun masih saja implementasi e-government dinilai kurang optimal.

Masalah e-government memang sangat kompleks. Satu dari banyak masalah yang ingin penulis angkat adalah kurangnya perhatian terhadap helpdesk e-government, baik untuk kepentingan mendukung kebijakan dan operasional e-government sektoral maupun e-government nasional. Pengalaman menunjukkan bahwa regulasi saja tidak mampu menjamin keberlanjutan dan keberhasilan suatu proyek e-government.

Regulasi

Dari berbagai diskusi yang dilakukan oleh Depkominfo, banyak pengelola e-government yang melihat Inpres 3/2003 tentang Kebijakan dan strategi pengembangan e-government terlalu konseptual dan kurang tegas. Karena itu muncul berbagai tuntutan dari berbagai kalangan supaya Depkominfo berani melahirkan regulasi yang lebih tegas dan mengikat, dan lebih kuat dari sekedar Inpres.

Perkembangan Teknologi Informasi dan tututan pelayanan publik yang lebih baik menyebabkan inpres 3/2003 dirasakan kadaluwarsa. Sebuah regulasi yang tertinggal dari aspek yang semestinya diaturnya, seperti m-government, transaksi elektronik melalui e-government dan penggunaan legal software dalam pemerintahan. Kerangka arsitektur dan blog fungsi yang diatur Inpres 3/2003 dewasa ini justru cenderung tidak selaras dengan regulasi lain, khususnya regulasi yang berkaitan dengan struktur organisasi dan tata kerja perangkat, baik pusat maupun daerah.

Tak hanya itu saja. Kreatifitas dalam pengembangan dan implementasi e-government bahkan jauh lebih pesat dibanding regulasi yang seharusnya melandasinya, seperti kebijakan e-procurement yang diawali oleh Pemkot Surabaya. Akhirnya, e-procurement pun dijalankan melalui Peraturan Daerah, bahkan di beberapa Pemerintah daerah lain dilaksanakan hanya dengan landasan hukum Surat Keputusan Walikota/Bupati. Tidak perlu khawatir melanggar aturan nasional, karena memang tidak ada aturan yang dilanggar atau belum diatur. Contoh aktual dewasa ini adalah ide kampanye melalui jaringan selular yang ternyata juga belum ada aturannya.

Dalam dataran implementasi proyek e-government, regulasi terlalu tinggi untuk dapat diharapkan membantu mengatasi berbagai masalah yang mungkin timbul dalam dinamika terapan.

Proyek e-government

Hampir seluruh Departemen dan dinas sektoral di Pemerintah daerah telah mengembangkan aplikasi e-government. Mulai dari skala nasional hingga aplikasi back office internal kantor tertentu. Penyiapan SDM pengelola dan penggunanya pun dijalankan dengan relatif baik.

Beberapa lembaga Pemerintah sudah berhasil populer melalui keberhasilan e-government. Misalnya, Departemen Pekerjaan Umum dan Kota Surabaya dengan e-procurement-nya, Sragen dengan One Stop Service-nya, Kebumen dengan integrasi database-nya, Sleman dengan m-government-nya, Kota Malang dengan e-edukasi-nya, Balikpapan dan Kota Semarang dengan kependudukan-nya. Namun ketika seorang wartawan menanyakan kepada saya, mana lembaga daerah yang berhasil menerapkan e-government secara keseluruhan, bukan sektor tertentu saja, saya sulit menjawabnya.

Helpdesk

Sebagian besar proyek aplikasi e-government dibangun tanpa alokasi dana bagi penyediaan sebuah media yang disediakan untuk men-support implementasi dan keberlangsungan proyek tersebut. Proyek aplikasi e-government lebih banyak dibangun dengan mengandalkan training-training yang barangkali intensif selama masa tahun anggaran proyek. Bahkan tidak sedikit Pemerintah daerah yang tidak menyediakan dana operasional, pemeliharaan atau dana pendukung lainnya atas proyek yang sudah selesai pada tahun sebelumnya. Tidak heran bila banyak proyek aplikasi yang terlupakan begitu saja, tanpa ada yang merasa kehilangan.

Helpdesk merupakan salah satu komponen penting dalam proyek pengembangan aplikasi e-government. Unit ini bertugas memberikan support dalam implementasi suatu software e-government. Support yang diberikan bukan sekedar informasi pasif seperti menu FAQ (frequently-asked questions) pada banyak situs internet. Tentu saja lengkap dengan jawaban-jawabannya. Helpdesk memiliki potensi interaktif, bahkan bila perlu bersifat technical support. Karena itu suatu helpdesk harus didukung oleh SDM-SDM yang menguasai, baik secara regulatif, administratif dan teknis. Bahkan menguasai ilmu psikologis, mengingat pengguna layanan helpdesk adalah manusia dengan segala dinamikanya.

Helpdesk bukan sekedar menyediakan file dokumen teknis yang berisi troubleshooting proyek e-government. Heldesk bahkan berperan menjaring permasalahan implementasi dan rekomendasi yang diberikan oleh user guna perbaikan proyek.

Dalam suatu lembaga pemerintah, dimana terdapat banyak sektor proyek e-government, baik hardware maupun software, sangat dimungkinkan hanya terdapat satu helpdesk. Seperti sektor kesehatan misalnya, dimana terdapat software rumah sakit, software puskesmas, software kesehatan masyarakat, dan lain-lain, maka cukup disediakan satu unit helpdesk yang menguasai keseluruhan teknologi yang ada, termasuk teknologi hardware dan networking yang digelar. Helpdesk dapat difungsikan sebagai “pertolongan pertama” dengan tanpa keharusan kehadiran SDM yang ada dalam team helpdesk, diawali dengan panduan-panduan melalui berbagai media komunikasi.

Pada tingkat Pemerintah daerah, dimana umumnya lembaga teknis pengelola e-government dipercaya sebagai leading sector helpdesk, meskipun proyek e-government bersifat distributif, misalkan dikelola secara administratif dan dikembangkan sendiri oleh Dinas teknis sesuai sektornya, team helpdesk Pemerintah daerah dapat meminta dokumen teknis lengkap untuk melengkapi perpustakaan helpdesk.

Media komunikasi yang paling banyak dipakai dewasa ini adalah website, baik internet maupun intranet. Depkominfo telah mengawali konsep helpdesk bagi e-government dengan meluncurkan situs www.elghd-indonesia.org. Meskipun belum lengkap dan menjawab berbagai masalah dalam pengembangan dan implementasi seluruh proyek e-government di Indonesia, situs ini dapat dianggap sebagai langkah tepat dan mestinya menjadi bagian penting dan banyak diakses operator maupun user e-government.

Anggaran

Namun demikian, penyediaan fasilitas yang tidak populer ini memang berpotensi mengundang masalah, khususnya dalam pengusulan anggaran, karena terkesan menggaji orang yang belum tentu bekerja atau membangun suatu sistem yang pada kondisi tertentu jarang digunakan. Dianggap tidak produktif. Padahal unit ini merupakan salah satu penjamin keberhasilan implementasi proyek e-government, bahkan dapat menjadi dewa penyelamat bagi para operator, ujung tombak proyek e-government.

Helpdesk akan sangat membantu lembaga Pemerintah yang secara tugas pokok dan fungsi bertanggungjawab atas pengembangan e-government, seperti Kantor Pengelolaan Data Elektronik, khususnya dihadapkan pada masalah keterbatasan jumlah SDM.

5 comments:

paank Fachrezi said...

Mampir berkunjung Oom.

Hidup Kota Beriman!!!

Unknown said...

Merdeka

Akbar Prabowo said...

Setuju banget tuh mas ibenk. Bagaimanapun e-gov itu kan juga bagian dari peningkatan layanan publik. Tanpa helpdesk sama aja kita memberikan pelayanan yang diskriminatif, menganggap semua orang sama semua. Harus ada sentuhan kemanusiannya juga toh.
Trims boz, dulu bersedia jadi narasumber tesis. Salam jg buat pak WWW

Unknown said...

benar, Pak. Bukan hanya masyarakatnya, namun para operator juga perlu diberikan media untuk membantu mengatasi persoalan2 yg mungkin timbul dalam suatu penerapan TI pemerintahan (egov). Thanks

zikra said...

pendapatku apa yang sebenar-benarnya tugas help desk untuk e-Government harus dilaksanakan....

Darurat Birokrasi Indonesia

Syukurlah, akhirnya Presiden SBY menyadari bahwa Birokrasi merupakan penghambat utama dalam pembangunan. Hal tersebut disampaikan pada Sidan...