07 October 2008

Operasi Yustisi kependudukan

Proyek khas Pemda pasca lebaran adalah Proyek Operasi Yustisi kependudukan. Biasanya Ada di kota-kota besar yg merasa terganggu karena kedatangan warga baru. Fenomena lama ini bbrp Hari ini agak mengusik, karena terkesan : Kedatangan warga (baca: saudara sebangsa) Kita di suatu kota (seperti Jakarta) dicurigai Dan (barangkali saya berlebihan) dianggap sebagai gangguan.
Mengapa?
Dari sisi positif barangkali Kita sepakat bahwa setiap manusia harus punya arti dalam hidupnya, baik arti bagi diri sendiri maupun bagi lingkungan Dan bangsa besar ini. Namun, untuk menuju ke sana, barangkali harus diawali dengan perjuangan menjadi seorang urbanisator. Dengan berbekal KTP (yg katanya berlaku nasional), semestinya setiap warga negara berhak untuk melakukan perjalanan ke mana pun, dengan tujuan apa pun, selama apa pun. Selama tidak mengganggu orang lain.
Para perantau modal pas-pasan ini kadang2 juga sangat diperlukan oleh warga Jakarta lainnya, mulai dari PRT hingga penggerak mesin industri, birokrasi bahkan keamanan. Tidak heran bila Ada Bupati yg tersinggung warganya diperlakukan tidak terhormat di perantauan metropolitan.

Fenomena urbanisasi membuktikan bahwa daerah dianggap belum mampu menjamin kehidupan (setidaknya standard) mereka. Metropolitan memberikan tawaran lebih baik daripada apa yg telah Pemda lakukan. Lebih seksi. Bahkan seruan Gubernur Kebumen "Bali Ndeso - Mbangun Deso" kurang ditopang dengan kebijakan atau langkah-langkah kongkrit membuka lapangan kerja, selain hanya himbauan. Setidaknya untuk saat ini. Semoga menjadi aktifitas riil membuka lapangan kerja dan memberi penghasilan yg menjanjikan.

Kisah Tukul si Empat Mata bisa jadi contoh riil, bagaimana dengan modal pas-pasan bisa jadi perhatian bangsa.
Suatu saat saya pernah naik sepur dari Senen bareng teman sekantor yg asli Kebumen. Di Senen ternyata ketemu sama banyak orang kebumen yg jualan asongan, padahal kalau pulang kampung mereka pada punya motor Dan gayanya juga "anak jakarte". Bahkan, eks pembantu saya juga berani berangkat ke Jakarta meski (katanya) masih numpang sana-sini untuk cari kerjaan sebagai pembantu pula, bahkan meski selisih gajinya tidak lebih dari 100rb.
Kita sering melihat, yg namanya pekerjaan adalah :Berangkat Ke Kantor. Padahal tidak demikian. Bila mereka rela hidup sbg penjual asongan Dan hidup sangat sederhana (bahkan seperti menggelandang) di malam Hari, bukan berarti mereka tidak bekerja. Mereka bahkan tidak bisa melakukan itu di daerah, karena asongan tidak terlalu laku di daerah (barangkali). Mereka rela hidup dengan sangat sederhana demi bisa menyisakan uang utk keluarga di daerah, setidaknya utk bisa bergaya di daerah.
Yusril Isha Mahendra, dulunya juga kenek bis kota, sebelum memutuskan kuliah Dan bergabung ke parpol. Kira2 bekal apa yg dia bawa waktu memutuskan berangkat ke Jakarta?
Misalkan, tidak Ada lagi orang yg mau bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta, bagaimana kolap nya rumah tangga di Jakarta.... :D
Tidak dipungkiri bahwa tidak sedikit yg jadi bandit akibat gagal sana-sini, tapi barangkali inilah seleksi alam, seperti halnya STPDN menyaring Kita, Dan pekerjaan di daerah membuktikan bahwa rangking terakhir STPDN 01 adalah PP 01 pertama yg dapat jabatan eselon.
Operasi Yustisi lebih terlihat seperti upaya menyembunyikan kondisi riil bangsa ini melalui arogansi pemerintahan yg sebenarnya harus : melindungi segenap bangsa Indonesia Dan seluruh tumpah darah Indonesia, Dan memajukan kesejahteraan umum serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendatang baru yg datang ke Jakarta dianggap "pengganggu" tanpa diberi kesempatan/waktu untuk menunjukkan bahwa mereka punya potensi menjadi pengabdi bangsa (melalui berbagai cara), bahkan mungkin lebih hebat dari birokrat.

Barangkali legalitas operasi yustisi dgn Perda didasari dgn niat baik. Tapi tetap harus Ada jalan keluar, bukan sekedar deportasi. Tertangkap sekarang, tidak akan bikin jera selamanya. Bagi mereka, Hidup harus terus dilanjutkan.

1 comment:

Ismu Adi Susetyo said...

sukses slalu buat ibenk hehehe

Darurat Birokrasi Indonesia

Syukurlah, akhirnya Presiden SBY menyadari bahwa Birokrasi merupakan penghambat utama dalam pembangunan. Hal tersebut disampaikan pada Sidan...